MITOS terkait Ratu Pantai Selatan memunculkan “larangan” menggunakan baju berwarna hijau saat berwisata di pesisir, terutama di pantai selatan Jawa. Mereka yang mengenakan pakaian hijau, bisa hanyut ditelan ombak karena diculik Ratu Pantai Selatan.
Bagaimana seorang muslim meyakini mitos memakai baju hijau di pantai selatan? Apakah diharamkan dan termasuk syirik?
Itu mitos yang dihukumi syirik
Mitos seperti ini bila tidak didasari landasan ilmiah, maka termasuk syirik.
Mitos, takhayul, dan khurafat termasuk dalam bentuk tathayyur atau thiyarah. Hal ini termasuk kesyirikan. Karena thiyarah itu menggantungkan hati pada perkara yang khayalan (tidak punya kaitan apa-apa), hati meyakini perkara tadi bisa mendatangkan kebaikan atau bahaya.
Para ulama berkata bahwa tathayyur (thiyarah) adalah beranggapan sial dengan sesuatu yang didengar atau dilihat, bisa juga beranggapan sial dengan tempat atau waktu.
Thiyarah berasal dari kata burung (thayr). Dahulu orang Arab Jahiliyah ketika memutuskan melakukan safar, mereka melihat terlebih dahulu pergerakan burung. Jika burung tersebut bergerak ke kanan, itu tanda perjalanan akan lancar. Jika burung tersebut bergerak ke kiri, itu sebagai pertanda harus mengurungkan niat bersafar karena bisa terjadi suatu musibah di perjalanan nantinya.
Kaidah thiyarah (tathayyur) yang diharamkan adalah dijadikan alasan untuk melakukan atau membatalkan sesuatu.
Hukum thiyarah dapat dirinci menjadi dua:
- Dihukumi syirik akbar (syirik besar) jika meyakini bahwa yang dianggap mendatangkan sial itu bisa berpengaruh dengan sendirinya dalam mendatangkan atau menolak bahaya.
- Dihukumi syirik ashgar (syirik kecil) jika meyakini bahwa yang dianggap mendatangkan sial itu hanya menjadi sebab dalam mendatangkan atau menolak bahaya.
Kapan beranggapan sial termasuk syirik?
Kami contohkan mengenai mitos memakai baju hijau ketika berada di pantai selatan karena akan mendatangkan sial atau celaka. Kapan beranggapan sial kala itu dihukumi syirik?
Coba perhatikan rincian berikut ini:
- Jika diyakini bahwa memakai baju hijau akan mendatangkan sial ketika berada di pantai selatan, karenya ia lebih memilih mengenakan baju warna lain, hal ini dihukumi syirik.
- Jika tetap memakai baju hijau ketika berada di pantai selatan lalu berada dalam penuh kekhawatiran atau kegelisahan, ini tetap haram dan bisa sampai pada tingkatan syirik.
- Jika tetap memakai baju hijau dan tidak ada kekhawatiran sama sekali dan menganggap tidak ada pengaruh bahaya apa pun, inilah hamba yang bertauhid sejati.
Agar tidak beranggapan sial, yang mesti dilakukan adalah:
- Tawakal kepada Allah;
- Tetap melakukan yang diinginkan;
- Berdoa kepada Allah.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya.” (QS. Ath-Thalaq: 3)
Islam melarang beranggapan sial
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ عَدْوَى ، وَلاَ طِيَرَةَ ، وَلاَ هَامَةَ ، وَلاَ صَفَرَ
“Tidak dibenarkan menganggap penyakit bisa menular dengan sendirinya (tanpa ketentuan Allah), tidak dibenarkan beranggapan sial, tidak dibenarkan pula beranggapan nasib malang karena tempat, juga tidak dibenarkan beranggapan sial di bulan Safar.” (HR. Bukhari, no. 5757 dan Muslim, no. 2220).
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia menyebutkan hadits secara marfu’–sampai kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam–,
« الطِّيَرَةُ شِرْكٌ الطِّيَرَةُ شِرْكٌ ». ثَلاَثًا « وَمَا مِنَّا إِلاَّ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ ».
“Beranggapan sial adalah kesyirikan, beranggapan sial adalah kesyirikan”. Beliau menyebutnya sampai tiga kali. Kemudian Ibnu Mas’ud berkata, “Tidak ada yang bisa menghilangkan sangkaan jelek dalam hatinya. Namun, Allah-lah yang menghilangkan anggapan sial tersebut dengan seeorang tawakal.” (HR. Abu Daud, no. 3910 dan Ibnu Majah, no. 3538. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).
Yang beranggapan sial ini akan sulit masuk dalam 70.000 orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa siksa. Dalam hadits disebutkan mengenai sifat mereka adalah,
هُمُ الَّذِينَ لَا يَتَطَيَّرُونَ وَلَا يَسْتَرْقُونَ وَلَا يَكْتَوُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Mereka itu tidak beranggapan sial, tidak meminta untuk diruqyah, dan tidak menggunakan kay (pengobatan dengan besi panas), dan hanya kepada Rabb merekalah, mereka bertawakal.” (HR. Bukhari, no. 5752)
Semoga Allah menyelamatkan kita dari berbagai mitos, takhayul, khurafat yang menyesatkan. Moga Allah mematikan kita dalam keadaan bertauhid.
Referensi:
Al-Qawa’id Al-Jaami’ah ‘ala Kitab At-Tauhid. Cetakan pertama, Tahun 1441 H. Syaikh Ahmad bin ‘Aqil Al-‘Anzi. Hlm. 78-79.
Akhi, ukhti, yuk baca juga artikel lainnya:
- Khurafat Saat Wabah Corona: Buat Sayur Lodeh Tujuh Macam
- Faedah Surat Yasin: Nasib Sial Karena Siapa
—
Diselesaikan Ahad sore, 20 Rabiul Akhir 1442 H (6 Desember 2020)
Artikel Rumaysho.Com